DAFTAR ISI
DAFTAR SINGKATAN PEDOMAN UMUM MISALE ROMAWI
PRAKATA
Kesaksian Iman yang Tak Berubah
Kelangsungan Tradisi yang Tak Terputus
Penyesuaian dengan Keadaan Baru
BAB I MAKNA DAN MARTABAT PERAYAAN EKARISTI
BAB II SUSUNAN, UNSVR-UNSUR, DAN BAGIAN-BAGIAN MISA
I. Susunan Urnum Misa
II. Aneka Unsur Misa
Pewartaan dan Penjabaran Sabda Allah
Doa dan Tugas-tugas Imam Lainnya
Rumus-rumus Lain dalam Perayaan
Cara Membawakan Aneka Teks
Makna Nyanyian
Tata Gerak dan Sikap Tubuh
Saat Hening
III. Bagian.-bagian Misa
A Ritus Pembuka
Perarakan Masuk
Penghormatan Altar dan Salam kepada Umat
Pernyataan Tobat
Tuhan Kasihanilah
Kemuliaan
Doa Pembuka
B. Liturgi Sabda
Saat Hening
Bacaan-bacaan dan Alkitab
Mazmur Tanggapan
Bait Pengantar Injil
Homili
Pernyataan Iman
Doa Umat
C. Liturgi Ekaristi
Persiapan Persembahan
Doa Persiapan Persembahan
Doa Syukur Agung
Ritus Komuni
Bapa Kami
Ritus Damai
Pemecahan Roti Komuni
D. Ritus Penutup
BAB III TUGAS DAN PELAYANAN DALAM MISA
I. Tugas-tugas Pelayan Tertahbis
II. Tugas-tugas Umat Allah
III. Pelayanan-pelayanan Khusus Pelayanan Akolit dan Lektor yang Dilantik
Tugas-tugas Lain
IV. Pembagian Tugas dan Persiapan Perayaan
BAB IV PELBAGAI BENTUK PERAYAAN MISA
I. MISA UMAT
Hal-hal yang harus Disiapkan
A. Misa Urnat Tanpa Diakon
Ritus Pembuka
Liturgi Sabda
Liturgi Ekaristi
Ritus Penutup
B. Misa Umat dengan Diakon
Ritus Pembuka
Liturgi Sabda
Liturgi Ekaristi
Ritus Penutup
C. Tugas Akolit
Ritus Pembuka
Liturgi Ekaristi
D. Tugas Lektor
Ritus Pembuka
Liturgi Sabda
II. MISA KONSELEBRASI
Ritus Pembuka
Liturgi Sabda
Liturgi Ekaristi
Cara Membawakan Doa Syukur Agung
A. Doa Syukur Agung I atau Kanon Romawi
B. Doa Syukur Agung II
C. Doa Syukur Agung III
D. Doa Syukur Agung IV
Ritus Komuni
Ritus Penutup
III. MISA DENGAN HANYA SATU PELAYAN
Ritus Pembuka
Liturgi Sabda
Liturgi Ekaristi
Ritus Penutup
IV. BEBERAPA KAEDAH UMUM UNTUK SEMUA BENTUK MISA
Penghormatan Altar dan Kitab Injil (Evangeliarium)
Berlutut dan Membungkuk
Penggunaan Dupa
Pembersihan Bejana-bejana
Komuni-Dua-Rupa
BAB V TATA RUANG DAN PERLENGKAPAN GEREJA UNTUK PERAYAAN EKARISTI
I. Asas-asas Umum
II. Penataan Panti Imam untuk Perayaan Kudus
Altar dan Hiasannya
Mimbar
Kursi Imam Selebran dan Para Pelayan Lain
III. Penataan Ruang Lain dalam Gereja
Tempat Umat Beriman
Tempat Paduan Suara dan Alat Musik
Tempat Tabernakel
Patung Kudus
BAB VI YANG DIPERLUKAN UNTUK PERAYAAN MJSA
I. Roti dan Anggur
II. Perabot ibadat pada Umumnya
III. Bejana Kudus
IV. Busana Liturgis
V. Hal-hal Lain
BAB VII PEMILIHAN RUMUS MISA DAN BAGIAN-BAGIANNYA
I. Pemilihan Rumus Misa
II. Pemilihan Bagian-bagian Misa
Pemilihan Bacaan
Pemilihan Doa
Pemilihan Doa Syukur Agung
Pemilihan Nyanyian
BAB VIII MISA DAN DOA UNTUK PELBAGAI KESEMPATAN DAN MISA ARWAH
I. Misa dan Doa untuk Pelbagai Kesempatan
II. Misa Arwah
BAB IX PENYERASIAN YANG MENJADI WEWENANG USKUP DAN KONFERENSI USKUP
DAFTAR IKHWAL
DAFTAR SINGKATAN
AAS: Acta Apostolicue Sedis, Terbitan resmi Takhta Apostolik yang memuat dan mengumumkan dokumen-dokumen Gereja.
BU: Buku Umat
CD: Christus Dominus, Dekrit tentang Tugas Kegembalaan para Uskup
D: Diakon
DS: Denzinger Sclzonn,etzer, Kumpulan Definisi dan Pernyataan Gereja mengenai ajaran iman dan moral.
DV: Del Verbum, Konstitusi Dogmatik tentang Wahyu Ilahi.
I: Imam
IML: Instruksi tentang Musik di dalam Liturgi (Musicam Sacram-MS). (Bina Liturgia 2B, hlm. 107)
IPI.: Instruksi Pelaksana I Konstitusi Liturgi (Inter Oecumenici IOe (Bina Liturgia 2A, him. 51).
1P2: Instruksi Pelaksana II Konstit-usj Liturgi (Tresabhincannos). (Bina Liturgia 2A, hlm.67).
1P3: Instruksi Pelaksana III Konstitusi Liturgi (Liturgicae InstaurationesLl) (Bina Liturgia 2A, him. 71).
KL: Konstitusi Liturgi (Sacrosanctum Concilium-SC) (Bina Liturgia 2A, hlm.7)
L: Lektor / pembaca
LG: Lumen Genhum, Konstitusi Dogmatik tentang Gereja.
MI: Misteri Ekaristi (Eucharisticum Mysterium), Instruksi Kongregasi Ritus tentang Kebaktian Ekaristi (Bina Liturgia Constitutio Apostolica “Missale Romanum” 2D).
PL: Patres Latini, Kumpulan tulisan para Bapa/ Pengarang Gereja yang berbahasa Latin.
PO: Presbyterorum Ordinis, Dekrit tentang Pendidikan Imam.
PUMR: Pedoman Umum Misale Romawi (Institutio Generalis Missalis Romani - IMGR), Piagam Umum Mengenai Tata Perayaan Ekaristi Menurut Misale Romawi.
SBL: Seri Bina Liturgia, Bunga Rampai Liturgi (Komisi Liturgi KWI & OBOR).
Sda.: Sama dengan di atas.
UR: Unitatis Redintegratio, Dekrit tentang Ekumene.
U: Umat
Singkatan untuk konselebrasi (dicetak pada margin kanan)
S: Selebran utama
S1: Konselebrean 1
S2: Konselebran 2
S3: Konselebran 3
S4: Konselebran 4
SS: Semua Selebran: selebran utama dan para konselebran
PEDOMAN UMUM MISALE ROMAWI
Institutio Generalis Missalis Romani
PRAKATA
1. Ketika Kristus, Tuhan kita, hendak merayakan perjamuan paskah bersama murid-murid-Nya, untuk menetapkan korban Tubuh dan Darah-Nya, Ia menyuruh para murid menyiapkan ruang perjamuan yang luas, lengkap dengan pembaringan-pembaringan (Luk 22:12). Gereja selalu berpendapat bahawa perintah Yesus itu berlaku juga untuk dirinya. Maka dari tu, Gereja selalu mengatur perayaan Ekaristi Mahakudus dan memberikan pedoman tentang sikap batin, tata ruang, tata perayaan, dan rumus teks yang diperlukan untuk perayaan Ekaristi. Demikian juga pada zaman ini kita mengalami sekali lagi bagaimana Gereja, dengan iman dan cinta yang setia terhadap misteri Ekaristi yang mahaagung, menunaikan tanggung jawab ini. Hal ini kita lihat dalam pedoman yang diberikan atas mandat Konsili Vatikan II, serta dalam Misale (= Missale, Buku Misa) baru yang mulai sekarang digunakan dalam Gereja Latin untuk perayaan Ekaristi. Di sini tampak pula kelangsungan tradisi, meskipun ada hal-hal yang diperbaharui.
Kesaksian Iman yang Tak Berubah
2. Konsili Trente sudah menandaskan secara sungguh-sungguh, bahawa sedari hakikatnya Misa adalah korban; hal ini memang sesuai dengan tradisi Gereja universal. Ajaran ini ditegaskan kembali oleh Konsili Vatikan II yang mengutarakan kata-kata mutiara tentang Misa sebagai berikut: “Dalam perjamuan malam terakhir, ketika akan diserahkan, Juruselamat kita mengadakan korban Ekaristi Tubuh dan Darah-Nya. Dalam korban ini Ia mengabadikan korban salib untuk selama-lamanya sampai Ia datang kembali. Di sini kepada Gereja, mempelai-Nya yang terkasih, Ia mempercayakan kenangan akan wafat dan kebangkitan-Nya.”
Ajaran Konsili ini senantiasa diungkapkan pula dalam rumus-rumus Misa. Misalnya saja ajaran yang secara singkat padat tertera dalam buku Sacramentarium Leonianum: “Setiap kali kenangan akan korban ini dirayakan, karya penebusan kita terlaksana.” Keyakinan ini dijabarkan secara cermat dan tepat dalam Doa-Doa Syukur Agung. Sebab bila dalam Doa Syukur Agung imam melakukan pengenangan (anamnesis), ia menghadap Allah, juga atas nama seluruh umat, bersyukur kepada-Nya dan mempersembahkan korban yang hidup dan suci, yang merupakan persembahan Gereja sebagai korban sejati, yakni Putera-Nya sendiri, yang berkat kematian-Nya telah mendamaikan kita dengan Allah. Imam pun berdoa agar Tubuh dan Darah Kristus menjadi korban yang berkenan pada Allah dan membawa keselamatan bagi seluruh dunia.
Dengan demikian, dalam Misale baru, tata doa (lex orandi) Gereja sesuai dengan tata iman (lex credendi) yang abadi. Sebab menurut iman Gereja kita diajar, bahawa antara korban salib dan pengulangannya secara sakramental dalam Misa tidak ada perbezaan. Perbezaannya terletak hanya dalam cara pengorbanannya. Jadi korban salib dan korban Misa itu satu dan sama, yakni korban yang dipersembahkan dan diwariskan oleh Kristus Tuhan pada perjamuan malam terakhir. Ini diperintahkan kepada para rasul, supaya dilakukan sebagai kenangan akan Dia. Maka Misa itu sekaligus merupakan korban pujian dan syukur, korban pendamai dan pelunas.
3. Selanjutnya, diajarkan oleh Konsili Trente, bahawa dalam Misa Tuhan sungguh-sungguh hadir dalam rupa roti dan anggur. Ajaran iman tentang misteri agung ini ditandaskan pula oleh Konsili Vatikan II dan oleh dokumen pengajaran Gereja lainnya tanpa mengubah apa-apa. Kenyataan mi diungkapkan dalam perayaan Misa, bukan hanya dalam kata-kata konsekrasi, yaitu pada saat roti dan anggur berubah menjadi Tubuh dan Darah Kristus, melainkan juga dalam sikap khidmat dan tanda-tanda penghormatan serta penyembahan yang ditunjukkan dalam perayaan ekaristis. Dan sebab itu, pada Hari Khamis Putih dan pada Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus, umat kristian diajak menghormati Sakramen agung ini secara istimewa.
4. Hakikat-pelayanan imamat tampak jelas dalam perayaan Ekaristi, iaitu dalam tempat dan tugas yang khusus diperuntukkan bagi imam. Pelayanan itu dipercayakan kepada imam, yang selaku peribadi Kristus mempersembahkan korban dan memimpin umat beriman yang berhimpun. Tugas khusus imam itu diuraikan dengan jelas dalam prefasi Misa Krisma pada hari Khamis dalam Pekan Suci. Sebab pada hari itu diperingati penetapan imamat. Dalam prefasi itu digambarkan, bahawa kuasa imamat itu diserahkan dengan penumpangan tangan. Di situ disebutkan juga tugas-tugas imam, sehingga menjadi jelas, bahawa dalam pelayanan imamat, Kristus melangsungkan kuasa-Nya sendiri sebagai imam agung Perjanjian Baru.
5. Akan tetapi, hakikat-pelayanan imamat ini terwujud juga dalam bentuk lain, iaitu imamat rajawi umat beriman. Erti imamat umat beriman ini akan menjadi jelas dalam cahaya imamat jabatan. Sebab inti imamat umat ialah bahawa umat beriman mempersembahkan korban rohani yang terlaksana ‘melalui jabatan para imam dalam persatuan dengan korban Kristus, satu-satunya pengantara. Perayaan Ekaristi merupakan tindakan seluruh Gereja. Dalam perayaan itu hendaknya setiap orang melakukan tugas masing-masing, tidak kurang dan tidak lebih, menurut kedudukannya dalam umat Allah. Maka dari itu beberapa segi dalam perayaan Ekaristi yang pada abad-abad yang lalu kadang-kadang kurang diperhatikan, sekarang mendapat perhatian lebih banyak: Umat Allah yang ditebus dengan Darah Kristus adalah umat yang dihimpun oleh Tuhan dan dipuaskan dengan sabdaNya. Mereka itulah umat yang dipanggil untuk memanjatkan permohonan seluruh umat manusia kepada Allah. Mereka itulah umat yang mempersembahkan korban Kristus sambil bersyukur atas misteri keselamatannya dalam Kristus. Akhirnya, mereka itu jugalah umat yang tumbuh menjadi satu kerana persekutuan dengan Tubuh dan Darah Kristus. Umat ini pada dasarnya memang umat kudus, namun mereka harus tumbuh terus-menerus dalam kekudusan dengan berpartisipasi secara sedar, aktif, dan penuh makna dalam misteri Ekaristi.
Kelangsungan Tradisi yang Tak Terputus
6. Konsili Vatikan II mengamanatkan agar Tata Perayaan Ekaristi ditinjau kembali. Antara lain dituntut, agar beberapa bahagian dalam perayaan itu dipulihkan “selaras dengan tradisi kuno para Bapa suci.” Kata-kata ini juga dipergunakan oleh S. Pius V, ketika beliau pada tahun 1570 mengumumkan Misale Trente dalam Konstitusi Apostolik “Quo primum”. Kata-kata itu menunjukkan, bahawa kedua Misale Romawi tersebut mengandung tradisi yang sama, meskipun berselang empat abad. Bila tradisi itu direnungkan dengan lebih mendalam, maka jelaslah bagaimana Misale yang pertama itu disempurnakan oleh Misale yang sekarang ini.
7. Zaman empat abad yang lalu itu merupakan zaman yang sangat sulit. Bahaya besar mengancam kepercayaan katolik terhadap nilai Misa sebagai korban, nilai imamat jabatan, dan nilai kehadiran Kristus secara nyata dan lestari dalam lambang Ekaristi. Maka dari itu, S. Pius V sangat berminat, agar tradisi iman asli yang diserang dengan tidak semena-mena itu, dipertahankan tanpa mengadakan banyak perubahan dalam perayaan suci. Memang, Misale 1570 itu hampir tidak berbeza dengan Misale sebelumnya, terbitan tahun 1474. Misale itu pun mengikuti dengan setia Misale dan zaman Paus Innocentius III. Lagi pula, berdasarkan naskah yang terdapat dalam perpustakaan Vatikan, memang diadakan beberapa perbaikan teks dalam Misale Pius V. Namun naskah-naskah itu tidak memungkinkan bahawa penyelidikan terhadap “pengarang-pengarang kuno dan ternama” waktu itu menghasilkan sesuatu yang melampaui komentar-komentar liturgi dari abad pertengahan.
8. Sebaliknya, dewasa ini, “tradisi para Bapa suci” yang dicita-citakan oleh penyusun Misale Pius V itu, telah diketemukan berkat tulisan para sarjana yang tak terbilang banyaknya. Sebab pada tahun 1571 untuk pertama kalinya diterbitkan Sacramentarium Gregorianum. Kemudian berulang kali dicetak juga edisi kritis Sacramentarium Romanum dan Ambrosianum. Juga diterbitkan buku-buku liturgi kuno dan Hispania dan Gallia yang memuat amat banyak doa dengan nilai rohani yang tinggi, yang sampai zaman Trente belum diketahui.
Lagi pula, tradisi abad-abad pertama, iaitu tradisi sebelum terbentuknya Ritus Timur dan Ritus Barat, telah dikenal dengan lebih baik pada zaman kita, kerana begitu banyak dokumen liturgi yang diketemukan.
Di samping itu, kerana kemajuan ilmu patristik, teologi tentang misteri Ekaristi mengalami pengaruh dan ajaran para bapa Gereja, terutama bapa-bapa yang terkenal pada zaman kuno, seperti S. Ireneus, S. Ambrosius, S. Sirilus dari Yerusalem, dan S. Yohanes Krisostomus.
9. Dari sebab itu, mengikuti “tradisi para Bapa suci” tidak bererti bahawa asal apa yang diwariskan para leluhur yang paling dekat dengan kita itu dipelihara, tetapi juga bahawa seluruh sejarah Gereja ditinjau dan dipertimbangkan, termasuk semua cara dan bentuk ibadat yang pernah dipakai untuk mengungkapkan iman yang satu dan sama, kendati bentuk-bentuk ibadat begitu berbeza satu sama lain kerana terdapat di daerah-daerah Semit, Yunani, dan Latin. Tinjauan yang lebih luas dan mendalam ini menyedarkan kita bagaimana Roh Kudus menganugerahkan kesetiaan yang luar biasa kepada umat Allah untuk menjaga harta warisan iman yang tak berubah, meskipun doa dan ritus masing-masing begitu berbeza.
Penyesuaian dengan Keadaan Baru
10. Jadi, Misale baru ini memberikan kesaksian tentang adanya tata doa Gereja Roma dan memelihara harta warisan iman yang diwartakan oleh konsili-konsili yang terakhir. Akan tetapi, di samping itu, Misale baru ini merupakan suatu tahap penting dalam perkembangan liturgi.
Para bapa Konsili Vatikan II memang mengulangi rumusan-rumusan dogmatik Trente, namun mereka berbicara pada zaman yang telah sangat berubah. Maka dari itu, mereka dapat mengemukakan saran dan petunjuk di bidang pastoral yang empat abad yang lalu tidak terfikirkan.
11. Konsili Trente sudah menjunjung tinggi segi kateketis dalam perayaan Ekaristi. Meskipun demikian, Trente belum dapat menarik segala konsekuensi yang praktis. Misalnya pada waktu itu banyak orang menuntut agar dalam korban Misa boleh digunakan bahasa umat setempat. Namun kerana tuntutan situasi Gereja pada zaman itu, Konsili Trente merasa wajib untuk menegaskan kembali ajaran Gereja, bahawa korban Misa itu pertama-tama adalah tindakan Kristus sendiri, sehingga hasil Misa yang sesungguhnya tidak tergantung dan partisipasi umat beriman. lni dirumuskan sebagai berikut: “Meskipun Misa mengandung banyak pengajaran untuk umat, namun tidak disetujui oleh Konsili, bahawa Misa dirayakan dalam bahasa umat setempat.” Bahkan dianggap terkutuklah siapa saja yang “menolak kebiasaan dalam Gereja Roma untuk mengucapkan Kanon dan kata-kata konsekrasi dengan suara lembut, atau yang berpendapat bahawa Misa harus dirayakan dalam bahasa umat setempat.” Akan tetapi, kalau di satu pihak dilarang menggunakan bahasa umat setempat, maka di lain pihak para pastor diperintahkan untuk mengimbangi kekurangan itu dengan katekesis yang sesuai: “Supaya domba-domba Kristus jangan sampai kelaparan maka Konsili memerintahkan para gembala umat beriman dan semua yang bertanggung jawab atas umat beriman, agar dalam Misa, mereka sendiri atau lewat orang lain, menjelaskan teks-teks yang dibacakan, dan menguraikan misteri korban mahakudus ini, lebih-lebih pada hari-hari Minggu dan pesta.”
12. Konsili Vatikan II berhimpun dengan maksud untuk menyesuaikan Gereja dengan tuntutan tugas kerasulannya pada zaman ini. Maka dari itu, Konsili Vatikan II, seperti halnya Konsili Trente, sungguh-sungguh menyedari segi kateketis dan pastoral dalam liturgi. Jadi, meskipun setiap orang katolik tahu bahawa liturgi dalam bahasa Latin itu sah dan bermanfaat, namun diakui juga bahawa “pemakaian bahasa umat setempat seringkali berguna bagi umat,” sehingga penggunaan bahasa umat setempat diizinkan. Izin ini di mana-mana disambut dengan begitu gembira, sehingga, di bawah bimbingan para uskup dan Takhta Apostolik sendiri, dewasa ini semua perayaan liturgi yang dihadiri umat boleh diselenggarakan dalam bahasa umat setempat, agar dengan demikian misteri yang dirayakan, difahami dengan lebih jelas.
13. Penggunaan bahasa umat setempat dalam liturgi, betapapun pentingnya, hanyalah merupakan alat, iaitu untuk mengungkapkan dengan jelas dan secara kateketis misteri yang dirayakan. Maka dari itu, Konsili Vatikan II menegaskan kembali beberapa keputusan Trente yang belum ditaati di semua tempat. Misalnya saja diharuskan adanya homili pada hari-hari Minggu dan pesta, dan diizinkan agar di antara ritus-ritus kudus disisipkan penjelasan-penjelasan singkat.
Terutama satu harapan, yang juga dikemukakan oleh bapa-bapa dalam konsili Trente, telah dilaksanakan oleh Konsili Vatikan II, iaitu, agar umat beriman berpartisipasi dalam Misa dengan lebih sempurna dan “tidak hanya berkomuni secara rohani, tetapi juga secara sakramental.” Mengenai hal ini dinasihatkan oleh Konsili Vatikan II, “agar umat beriman berpartisipasi lebih sempurna di dalam Ekaristi, yakni: sesudah imam menyambut Tubuh dan Darah Tuhan, umat beriman pun hendaknya ikut menyambut dari korban yang sama.”
14. Terdorong oleh semangat pastoral yang sama, Konsili Vatikan II telah berhasil meninjau kembali penetapan Konsili Trente tentang komuni-dua-rupa. Sebab dewasa ini tidak dipersoalkan lagi ajaran bahawa komuni-roti saja sudah merupakan komuni penuh. Namun Konsili mengizinkan komuni-dua-rupa pada kesempatan-kesempatan tertentu, supaya dengan demikian lambang sakramen menjadi tampak lebih jelas dan misteri Ekaristi difahami secara lebih mendalam oleh umat beriman yang merayakannya.
15. Dengan demikian, sebagai pengajar kebenaran Gereja tetap setia dalam tugasnya untuk menjaga “yang lama”, yakni harta warisan tradisi; sekaligus Gereja menunaikan tugas lainnya, yakni mempertimbangkan dan mempergunakan “yang baru” dengan bijaksana (bdk. Mat 13:52).
Sebahagian dari Misale Romawi baru itu lebih mengarahkan doa-doa Gereja kepada keperluan zaman kita. Hal ini berlaku terutama dalam Misa-Misa Ritual dan Misa untuk Pelbagai Keperluan dan Kesempatan. Dalam rumus-rumus itu secara indah yang lama dipadukan dengan yang barn. Maka di samping banyak rumus diambil alih secara utuh dan warisan Gereja yang sangat kuno, sebagaimana terbukti juga dalam terbitan-terbitan Misale Romawi sebelumnya, ada rumusan-rumusan lain yang disesuaikan dengan keadaan zaman sekarang. Ada lagi yang diciptakan baru, sering dengan meminjam fikiran dan perkataan dari dokumen-dokumen Konsili yang lalu; misalnya doa-doa untuk Gereja, doa untuk kaum awam, doa untuk menguduskan pekerjaan, doa untuk keluarga semua bangsa dan untuk pelbagai keperluan khas zaman kita.
Gereja kini sangat terbuka terhadap dunia dan menyedari kedudukan dunia secara baru. Maka sudah sewajarnyalah bila dalam menggunakan rumus-rumus dan tradisi yang sangat kuno, kalimat-kalimatnya kadang kala diubah, supaya lebih sesuai dengan bahasa teologi moden serta lebih tepat mencerminkan sikap Gereja masa kini. Misalnya saja sejumlah teks yang mengandung penilaian tentang harta dunia dan berkaitan dengan pemakaiannya telah diubah; demikian pula ungkapan-ungkapan mengenai tata cara tobat yang berasal dan zaman lain dalam sejarah Gereja.
Dengan demikian kaedah-kaedah liturgi Konsili Trente dalam beberapa hal telah dilengkapi dan disempurnakan oleh kaedah-kaedah Konsili Vatikan II. Maka, kini umat beriman diantar lebih dekat kepada Liturgi kudus. Itulah buah dan segala usaha yang digalakkan selama empat abad terakhir, tetapi terutama pada abad kita, berkat studi liturgi yang direstui dan dimajukan oleh S. Pius X dan para penggantinya.
BAB I
MAKNA DAN MARTABAT PERAYAAN EKARISTI
16. Perayaan Ekaristi adalah tindakan Kristus sendiri bersama umat Allah yang tersusun secara hierarki. Baik bagi Gereja universal dan Gereja partikular, mahupun bagi setiap orang beriman, Ekaristi merupakan pusat seluruh kehidupan kristian. Sebab dalam perayaan Ekaristi terletak puncak karya Allah menguduskan dunia, dan puncak karya manusia memuliakan Bapa lewat Kristus, Putera Allah, dalam Roh Kudus. Kecuali itu, perayaan Ekaristi merupakan pengenangan misteri penebusan sepanjang tahun. Dengan demikian, boleh dikatakan misteri penebusan tersebut dihadirkan untuk umat. Segala perayaan ibadat lainnya, juga pekerjaan sehari-hari dalam kehidupan kristian, berkaitan erat dengan perayaan Ekaristi: bersumber dari padanya dan tertuju kepadanya.
17. Oleh kerana itu, sungguh penting untuk mengatur perayaan Ekaristi atau Perjamuan Tuhan tersebut sedemikian rupa sehingga para pelayan dan umat beriman lainnya, dapat berpartisipasi dalam perayaan itu menurut tugas dan peranan masing-masing, serta dapat memetik buah-hasil Ekaristi sepenuh-penuhnya. Itulah yang dikehendaki Kristus ketika menetapkan korban ekaristi Tubuh dan Darah-Nya. Dengan maksud itu pula Ia mempercayakan misteri ini kepada Gereja, mempelai-Nya yang terkasih, sebagai kenangan akan wafat dan kebangkitan-Nya.